Mendongeng Antikorupsi ala FLAC Jakarta
Ramai suara anak kecil mengisi satu
ruang kelas SDN 1 Tugu pada Sabtu pagi itu. Tidak seperti hari sekolah biasa,
mereka sedang duduk bersila di lantai ruang kelas. Namun yang berada di depan
kelas bukanlah seorang guru, melainkan beberapa pemuda yang sedang memainkan
boneka tangan.
“Siapa yang mau dengar dongeng
angkat tangan?” tanya mereka.
“Saya!!!” anak-anak pun menjawab
dengan kompak
Para pemuda tersebut pun mulai
mendongeng. Cerita yang mereka bawakan bukanlah dongeng yang kita kenal pada
umumnya. Mereka sendiri yang membuatnya. Berbekal cerita dan boneka tangan, ada
satu tujuan yang ingin mereka capai, yaitu menanamkan nilai antikorupsi sejak
dini.
Para pemuda yang berasal dari
berbagai perguruan tinggi di Jakarta dan sekitarnya tersebut tergabung dalam
satu komunitas bernama Future Leader for Anti-Corruption (FLAC) Jakarta. Komunitas
yang berdiri sejak tahun 2015 ini merupakan komunitas pertama di dunia yang
menggunakan metode mendongeng sebagai cara melawan korupsi. Target sasaran
mereka adalah anak-anak berusia 6 hingga 15 tahun.
“Sebenarnya ada tuh KPK bikin
kurikulum anti korupsi untuk anak, remaja hingga dewasa, akan tetapi yang
berjalan baru yang dewasa saja. Nah di situlah kami ambil celah untuk ambil
bagian dalam mengedukasi anak-anak hingga remaja,” papar Jiwo Damar Anarkie,
pendiri FLAC Jakarta, dilansir dari komunita.id. Menurutnya, korupsi tidak
hanya terbatas tentang masalah uang, tetapi korupsi dapat tumbuh mulai dari
hal-hal kecil seperti berbohong dan mencontek.
Terdapat sembilan nilai antikorupsi
yang ingin ditanamkan FLAC Jakarta. Dilansir dari laman KPK RI, sembilan nilai
tersebut terdiri dari kejujuran, kepedulian, kemandirian, keadilan, tanggung
jawab, kerja sama, kesederhanaan, keberanian, dan kedisiplinan. Setiap cerita
yang mereka suguhkan kepada anak-anak pun disisipi nilai-nilai tersebut.
Kegiatan mendongeng FLAC Jakarta ini
dinamakan Laskar Anti Korupsi (LAK). Dalam setahun LAK diselenggarakan dua
kali, masing-masing periode berlangsung selama dua minggu berturut-turut di
hari Sabtu. Untuk melaksanakannya, mereka dibantu oleh relawan pengajar yang
direkrut dari kalangan mahasiswa. Para relawan ini dibekali dengan konsep
pengajaran ala FLAC Jakarta, yaitu metode mendongeng.
Sekretaris FLAC Jakarta, Claudya
Putri Dewanti memaparkan bahwa metode mendongeng dianggap paling efektif karena
tidak terkesan menggurui. “Kalau metode presentasi dan diskusi yang serius
diterapkan untuk anak, kami rasa belum bisa diterima. Anak cenderung lebih bisa
diajak berinteraksi dengan hal yang relate
dengan kesehariannya,” ujarnya.
Cerita yang disuguhkan adalah cerita
pendek dengan tokoh binatang. Agar anak-anak tidak bosan, saat mendongeng, para
relawan memainkan aneka boneka tangan yang sesuai dengan tokoh ceritanya.
Tokohnya pun bermacam-macam, mulai dari beruang, gajah, kelinci, sapi, dan
lain-lain.
Kisah Sapei dan Momon adalah cerita
yang disampaikan untuk anak-anak SDN 1 Tugu Sabtu itu. Sapei adalah seekor sapi
sedangkan Momon adalah seekor monyet. Momon yang kehausan mengajak Sapei untuk
mengambil jambu milik Kakek Otan. Singkat cerita, mereka terenyuh dengan
kebaikan hati Kakek Otan yang malah memberikan jambu tersebut dengan ikhlas untuk
mereka.
Sesi mendongeng tidak berakhir
begitu saja. Setelahnya, anak-anak diajak berdiskusi mengenai tokoh mana yang
berperilaku baik dan buruk, tindakan apa yang patut diteladani, hingga
bagaimana mereka bisa menerapkan tindakan tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
Cara ini dilakukan untuk memicu anak-anak berpikir sehingga mereka menemukan
nilai yang terkandung dalam cerita dengan sendirinya dan bisa memilah-milah
mana yang baik dan mana yang buruk.
Anak-anak menyambut kegiatan FLAC
Jakarta ini dengan antusias. Mereka aktif menjawab dan bertanya kepada para
pengajar mengenai dongeng yang disampaikan. “Bahkan waktu pengajar mau pulang,
mereka menarik-narik kami minta kami untuk datang lagi minggu depan,” ujar
Syella, salah satu relawan FLAC Jakarta.
Antusiasme anak-anak dan tujuan
besar yang ingin mereka wujudkan untuk negeri adalah alasan mengapa FLAC
Jakarta tetap melanjutkan langkah mereka. Komunitas ini bukanlah satu-satunya
komunitas antikorupsi yang ada di Indonesia. Namun merekalah inisiator gerakan
antikorupsi dengan metode yang berbeda dari para pendahulunya.
* Artikel ini adalah tugas mata kuliah Teknik Penulisan Kreatif dan dimuat dalam Tabloid FOKUS, tugas Produksi Media Cetak.
Penulis : Izza Namira
0 komentar